Liberalisme
merupakan paham kebebasan dengan mengedepankan hak individu dalam
mengekspresikan segala kondisi dengan bebas lepas tanpa beban, tetapi dalam
ajaran Islam mengajarkan tentang semangat tenggang rasa, tentu tidak sebatas
dalam bentuk kebebasan belaka. Karena kalau kebebasan tanpa melihat kondisi
sosial, tentu yang terjadi sebuah ketimpangan dalam pemahaman antara individu
dan sosial.
Paradigma Liberalisme dalam memberikan makna tentang kebebasan sering di
terjemahkan dalam makna yang tidak pada tempatnya. Sehingga yang terjadi dalam
kehidupan tentang makna kebebasan mengarah pada sebuah semangat mencari pembenaran
diri tanpa di landasi sebuah semangat tepa selira dalam menerjemahkan tentang
multi kehidupan..
Pemahaman liberal cenderung mengarah kepada kebebasan tanpa batas, walaupun ada
sebagian para penggerak paham liberal, bahwa liberal juga punya batasan tentang
sebuah kebebasan antara individu dan sosial. Namun dalam realita makna
kebebasan hanya terbatas pada ranah individu, bukan kebebasan dalam makna
secara universal.
Ketika membedah liberalisme akan nampak sebuah kecerobohan dalam paham yang di
anut sebagian masyarakat yang ingin sebuah kebebasan berekspresi dan
berinovasi, padahal kebebasan individu akan menghasilkan sebuah tatanan yang
kurang tepat dalam kehidupan sosial. Sebab kebebasan individu yang di gaungkan
para kaum liberal dalam menerjemahkan sebuah makna kehidupan, telah
mengantarkan dalam pola pikir destruktif dalam penerjemahan tentang berbagai
persoalan.
Keberadaan liberalisme dalam kehidupan masyarakat mengarah pada paham
kapitalisme, kalau di lihat dari sudut pandang ekonomi. Sebab liberalisme
mengajarkan tentang sebuah kebebasan manusia sebebas-bebasnya dalam
beraktivitas. Namun kalau di lihat secara teliti, bahwa paham liberal telah
terjebak dalam paham individu, tanpa melihat dari sisi yang lain. Sehingga
liberalisme hanya sebatas sebuah paham yang mengatasnamakan sebuah kebebasan.
Namun bukan kebebasan dalam makna pembebasan sejati.
Liberalisme dalam perkembangan dan kelanjutannya, telah masuk dalam ranah tidak
sebatas masalah ekonomi, sosial, budaya dan berbagai bidang yang lain. Bahkan
liberalisme telah mengarah masuk keranah agama Islam. Sehingga dengan kondisi
liberalisme masuk dalam makna keagamaan, telah mengalami sebuah dilema dalam
penafsiran. Sebab paham liberal dalam menafsirkan Islam cenderung mengarah pada
daya akal, tanpa melihat sisi teks maupun konteks secara tepat, padahal ajaran
Islam dalam mengajarkan sebuah tafsir harus melalui berbagai paradigma secara
kaffah, bukan hanya sebatas satu sisi belaka.
Keberadaan tafsir Islam dalam paham liberal cenderung mengarah pada kerancuan
antara teks dan konteks. Sebab liberalisme lebih menekankan pada aspek konteks
dalam menafsirkan berbagai ajaran Islam. Berangkat dari sinilah terdapat dilema
besar sebuah pemahaman agama antara akal dengan wahyu.
Kekuatan ruh dalam ajaran Islam tidak sebatas masalah kebebasan dalam
berargumen. Sebab kalau Islam hanya sebatas kebebasan belaka, berarti
mempersempit makna Islam itu sendiri. Karena Islam merupakan ajaran kaffah
tentang manusia saat berhubungan denganTuhan, begitu juga saat manusia
berhubungan dengan sesama. Inilah catatan terpenting dalam dunia Islam, bahwa
Islam bukan sebatas semangat kebebasan dalam menerjemahkan antara teks dan
konteks. Namun Islam lebih luas lagi dalam memberikan sebuah gambaran tentang
berbagai persoalan kehidupan manusia.
Islam merupakan ajaran dalam pencapaian sebuah kemaslahatan secara kaffah.
Namun kalau sebuah kebebasan tidak menghasilkan sebuah kemaslahatan, berarti
sama saja membuang energi dalam kesesatan. Sehingga di butuhkan sebuah paham
yang mampu mensinergikan antara teks dan konteks dalam menggali tentang
khazanah ke-Islaman.
Liberalisme dalam pandangan Islam sangat jauh dari sebuah Nilai-nilai Islam
tentang semangat kemaslahatan secara kaffah. Sebab liberalisme sebatas semangat
kebebasan dalam cara pandang tentang menerjemahkan sebuah ajaran Islam.
Sedangkan Islam mengajarkan tentang semangat mencari kemaslahatan, bukan sebuah
kebebasan tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah.
Keberadaan liberalisme cenderung dalam paham kebebasan semu. Sebab batasan
dalam liberalisme bersifat abstrak, Namun ajaran Islam sudah jelas dalam
melakukan sebuah penilaian antara haq dengan yang batil. Sedangkan liberalisme
antara batil dan haq masih terlihat Samar-samar. Sebab dalam gagasan
liberalisme cenderung pada makna sebuah kebebasan yang masih samar, apabila di
kaitkan dengan bidang keagamaan.
Idiologi Liberalisme dalam pandangan Islam tidak sejalan dengan semangat
kemaslahatan dalam menentukan antara yang haq dengan yang batil. Karena
liberalisme sebatas semangat sebuah kebebasan dengan mengedepankan hak individu
tanpa melihat dari sisi kemaslahatan secara kaffah dalam menentukan sebuah
kebenaran.
Gagasan liberalisme nampak terjebak tentang makna sebuah kebebasan semu dalam
memberikan sebuah penafsiran tentang kehidupan. Sehingga antara profan dan
sakral tidak terjadi sebuah sinergi yang saling menguatkan dan mengokohkan.
Sedangkan Islam merupakan sebuah bangunan keseimbangan antara profan dengan
sakral dalam mengajarkan semangat mencari rahmat di jalan Allah dalam
pencapaian menuju sebuah kebenaran haqiqi.
Melihat dari argumen tentang liberalisme dalam pandangan Islam, bahwa
liberalisme tidak mengarah pada kemaslahatan antara profan dan sakral, berarti
liberalisme sebatas mengarah pada kehidupan materialisme dalam memberikan makna
sebuah kehidupan. Maka perlu ada sebuah keseimbangan antara profan dan sakral
dalam menerjemahkan berbagai multi real tentang sebuah kehidupan. Dan Allah
maha penguasa segala sesuatu, pengatur segala ciptaan di langit maupun di bumi,
maka saya bersaksi tiada Tuhan selain Dia.
04.20
Dian Agustina